Tuesday, January 29, 2013

PERIODISASI USHUL FIQH DAN SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI JUMHUR ULAMA’



PERIODISASI USHUL FIQH
DAN SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI JUMHUR ULAMA’

A. Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh
            Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa ilmu ushul fiqh, adalah kaidah-kaidah yang digunakan dalam usaha untuk memperoleh hukum-hukum syara’ tentang perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci, dan usaha untuk memperoleh hukum-hukum tersebut, antara lain dilakukan dengan jalan ijtihad.
            Di antara pereodisasi sumber hukum Islam adalah :
1)    Masa Rasulullah SAW, sumber hukum Islam  yang digunakan hanyalah Al-Qur’an dan As-sunnah ( Al-Hadis). Pada masa itu  kita temui di antara sunnah-sunnahnya ada yang memberi kesan bahwa beliau melakukan ijtihad , misalnya: beliau melakukan qiyas terhadap peristiwa yang dialami oleh Umar bin khattab ra, sbb :
صَنَعْتُ الْيَوْمَ ياَ رَ سُوْلَ اللَّهِ أَمْراً عَظِيْماً قَبَّلْتُ وَ أَناَ صاَ ءِـمٌ, فَقاَلَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلّىَ اللَّهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ أَ رَ أَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِماَءٍ وَ أَ نْتَ صاَ ءِـمٌ ,فَقُـلْتُ لاَ بَأْسَ بِذَلِكَ فَقاَلَ رَسُوْلُ اللَّهِ
صَلىَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : فَـصُمْ.

      Wahai Rasulullah , hari ini saya telah memperbuat suatu perkara yang besar, saya mencium isteri saya, padahal saya sedang berpuasa. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya: Bagaimana pendapatmu, seandainya kamu berkumur-kumur dengan air di kala kamu sedang berpuasa ? lalu saya menjawab: tidak apa-apa dengan yang demikian itu. Kemudian Rasul saw bersabda: Maka tetaplah kamu berpuasa .

Juga seperti hadis Rasulullah saw berikut ini :
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتىِ لَأَمَرْتَهُمْ باِ السِّواَكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ ( رواه أ بو داود عن زيد بن خالد الجهينى)
Seandainya tidak akan memberatkan terhadap umatku, niscaya kuperintahkan kepada mereka bersiwak ( bersikat gigi) sertiap akan melakukan shalat ( HR Abu dawud dari Zaed bin Khalid Al-Juhanny)
Diterangkan oleh Muhammad Ali As-Sayis, bahwa hadis tersebut menunjukkan kepada kita adanya pilihan Rasulullah saw terhadap salah satu urusan, karena untuk menjaga kemaslahatan umatnya. Seandainya beliau tidak diperbolehkan melakukan ijtihad, hal itu tidak akan terjadi.

2)    Masa sahabat ; pada masa ini , dari penelitian sebagian para ulama’ terhadap berbagai peristiwa hidup Rasulullah, berkesimpulan bahwa  beliau biasa melakukan ijtihad dan memberi fatwa berdasarkan pendapatnya pribadi tanpa wahyu, terutama dalam hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan persoalan hukum. Kesimpulan tersebut , sesuai dengan sabda beliau :
اِنّىِ اِنَّماَ أَقْضِىْ بَيْنَكُمْ بِرأْيِى فِيْمَا لَمْ يُنْزَلْ عَلَيّىَ فِيْهِ
      Sugguh saya memberi keputusan di antara kamu tidak lain dengan pendapatku dalam hal tidak diturunkan wahyu kepadaku (HR Abu dawud dari Ummi Salamah).

Rasulullah sebagai seorang manusia  juga sebagaimana manusia biasa pada umumnya-maka hasil ijtihadnya bisa benar dan bisa salah, sebagaimana diterangkan dalam sebuah riwayat, beliau bersabda :
اِنَّماَ أَناَ بشَرٌ فَماَ حَدَثْتُكُمْ عَنِ اللَّهِ فَهُوَ حَقٌّ, وَماَ قُلْتُ فِيْهِ مِنْ قِبَلِ نَفْسِى فَاِ نَّماَ أَنا
َ بَشَرٌ أُخْطِىءُ وَ أُصِيْبُ

Saya tidak lain adalah seorang manusia juga, maka segala yang saya katakan kepadamu yang berasal dari Allah adalah benar, dan segala yang saya katakan dari diri saya sendiri, karena tidak lain saya juga manusia, bisa salah bisa benar. ( Ijtihad Rasul, hal;52-53)

Jadi sumber hukum yang dipakai pada masa sahabat adalah Al-Qur’an, As-sunnah/hadis, dan ijtihad Rasul sekalipun belum dibukukan. Hanya saja jika hasil  ijtihad beliau salah, Allah menurunkan wahyu yang tidak membenarkan hasil ijtihad beliau dan menunjukkan kepada yang benar. Sebagai contoh hasil ijtihad beliau tentang tindakan yang diambil terhadap tawanan perang Badar. Dalam hal ini beliau menanyakan terlebih dahulu kepada para sahabatnya. Menurut Abu Bakar agar mereka ( para tawanan perang Badar) dibebaskan dengan membayar tebusan. Sedangkan menurut Umar bin Khattab, mereka harus dibunuh, karena mereka telah mendustakan dan mengusir Rasulullah saw dari Makkah.dari dua pedapat tersebut, beliau memilih pendapat Abu Bakar. Kemudian turun ayat Al-Qur’an yang tidak membenarkan pilihan beliau tersebut dan menunjukkan kepada yang benar , yakni: QS.Al-Anfal;67 yang artinya : tidak patut seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi.kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat ( untukmu). Dan Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana .
      Jika terhadap hasil ijtihad Rasulullah saw tersebut, tidak diturunkan wahyu yang tidak membenarkan dan menunjukkan kepada yang benar berarti hasil ijtihad beliau itu benar, dan sudah barang tentu termasuk ke dalam kandungan pengertian As-Sunnah (Al-hadis)
3)    Masa tabi’in .Tabi’in ( pengikut sahabat Nabi).  sumber hukum Islam yang disepakati dan dipakai rujukan waktu itu adalah Al-Qur’an , Hadis, dalil-daliI ijtihad ( yang pembukuannnya oleh Malik Al-Muwattok) , Imam Syafi’i (Al-Umm) dan pada waktu itu definisi fiqh berbeda-beda sesuai dengan keinginan mujtahid fiqh waktu itu ( tentunya tetap sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis).
Kegiatan ijtihad waktu itu bukan saja dilakukan oleh beliau sendiri, melainkan beliau juga memberi ijin kepada para sahabatnya untuk melakukan ijtihad dalam memutuskan suatu perkara atau dalam menghadapi suatu persoalan yang belum ada ketentuan hukumnya  dalam Al-Qur’an dan As-sunnah, sebagaimana yang terjadi ketika beliau mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, yang diterangkan dalam hadis sebagai berikut:
كَيْفَ تَقْضِي اِذاَ عَرَضَ لَكَ قَضاَءٌ ؟ قاَلَ : أَقْضِي بِكِتاَبِ اللَّهِ, قاَ لَ: فاَ ِنْ لَمْ تَجِدْ
 فىِ كِتاَبِ اللَّهِ ؟ قاَلَ : فَبِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلىَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ , قاَلَ: فاَ ِنْ لَمْ تَجِدْ فىِ سُنَّةِ
 رَسُوْلِ اللَّهِ صَلىَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَلاَ فىِ كِتاَبِ اللَّهِ  ؟ , قاَلَ:  : أَ جْتَهِدُ رَأْيِى وَلآ أَلُواْ فَضَرَبَ
رَسُوْلِ اللَّهِ صَلىَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  صَدْرَهُ وَ قاَلَ : الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى وَفَّقَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلىَّ اللَّهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ   لِماَ يَرْضىَ رَسُوْلِ اللَّهِ  ( رواه أ بو داود)

Rasulullah saw bertanya: bagaimana cara kamu memutusi jika datang kepadamu suatu perkara? Ia menjawab : saya putusi dengan (hukum) yang terdapat dalam kitab Allah. Beliau bertanya lagi. Jika tidak kamu dapati (hokum itu) dalam kitab Allah? Ia menjawab: maka dengan sunnah Rasulullah saw. Beliau bertanya: jika tidak kamu dapati dalam sunnah Rasulullah saw juga dalam Kitab Allah? Ia menjawab: saya akan berijtihad dengan pikiran dan saya tidak  akan lengah.Kemudian Rasul saw menepuk dadanya dan bersabda: segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan Rasulullah saw yang diridlai oleh Rasululah . (HR Abu Daud)

Bahkan beliau pernah memerintahkan Amr bin ‘Ash untuk memberi keputusan terhadap suatu perkara, padahal beliau di hadapannya. Atas perintah itu, lalu Amr bertanya kepada beliau seperti berikut ini:
أَاَجْتَهِدُ وَ أَنْتَ حاَ ضِرٌ ؟ قاَلَ : نَعَمْ, اِنْ أَصَبْتَ فَلَكَ أَجْراَنِ, وَ اِنْ أَخْطَأْتَ فَلَكَ أَجْرٌ
      Apakah saya berijtihad, sedangkan anda di sini? Beliau menjawab: Ya, jika kamu benar maka kamu mendapat dua pahala dan jika kamu salah maka kamu mendapat satu pahala .

     Sebagai contoh ijtihad yang dilakukan oleh sahabat , yakni ijtihad yang dilakukan oleh Ammar bin Yasir,sebagai berikut:saya telah berjunub dan tidak mendapatkan air. Maka saya berguling-guling pada debu kemudian saya mengerjakan shalat.lalu hal itu saya sampaikan kepada Nabi saw. Maka  beliau bersabda: sesungguhnya cukup kamu melakukan begini: Nabi menepuk tanah dengan dua telapak tangannya kemudian meniupnya, lalu menyapukannya ke wajahnya dan dua telapak tangannya. (HR.Bukhari dan Muslim)
            Pada hadis di atas , Ammar bin Yasir mengqiyaskan debu dengan air untuk mandi dalam menghilangkan junubnya, sehingga ia dalam menghilangkan junub karena tidak mendapatkan air itu, dilakukan dengan berguling-guling di atas debu. Namun hasil ijtihadnya ini tidak dibenarkan oleh Rasulullah saw.
           Hasil ijtihad para sahabat tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum atau tidak mempunyai kekuatan yang dapat dipedomani oleh kaum muslimin, kecuali jika hasil ijtihadnya telah mendapat pengesahan atau pengakuan dari Rasul saw dan tidak diturunkan wahyu yang tidak membenarkannya
            Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ijtihad baik yang dilakukan oleh Rasul saw maupun oleh para sahabatnya pada masa ini tidak merupakan sumber hukum, karena keberadaan atau berlakunya hasil ijtihad kembali kepada wahyu, akan tetapi dengan adanya kegiatan ijtihad yang terjadi pada masa ini, mempunyai hikmah yang besar, karena hal itu merupakan petunjuk bagi para sahabat dan para ulama dari generasi selanjutnya untuk berijtihad pada masa-masanya dalam menghadapi berbagai persoalan baru yang tidak terjadi pada masa Rasul saw atau yang tidak didapati ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an dan as-sunnah.
        

No comments:

Post a Comment