PERIODISASI USHUL FIQH
DAN SUMBER HUKUM ISLAM YANG
DISEPAKATI JUMHUR ULAMA’
A. Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh
Sebagaimana
telah dikemukakan di atas, bahwa ilmu ushul fiqh, adalah kaidah-kaidah yang
digunakan dalam usaha untuk memperoleh hukum-hukum syara’ tentang perbuatan
dari dalil-dalilnya yang terperinci, dan usaha untuk memperoleh hukum-hukum
tersebut, antara lain dilakukan dengan jalan ijtihad.
Di antara pereodisasi sumber hukum Islam adalah :
1)
Masa Rasulullah SAW, sumber hukum Islam
yang digunakan hanyalah Al-Qur’an dan As-sunnah (
Al-Hadis). Pada masa itu kita temui di
antara sunnah-sunnahnya ada yang memberi kesan bahwa beliau melakukan ijtihad ,
misalnya: beliau melakukan qiyas terhadap peristiwa yang dialami oleh Umar bin
khattab ra, sbb :
صَنَعْتُ الْيَوْمَ ياَ رَ سُوْلَ
اللَّهِ أَمْراً عَظِيْماً قَبَّلْتُ وَ أَناَ صاَ ءِـمٌ, فَقاَلَ لَهُ رَسُولُ
اللَّهِ صَلّىَ اللَّهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ أَ رَ أَيْتَ لَوْ
تَمَضْمَضْتَ بِماَءٍ وَ أَ نْتَ صاَ ءِـمٌ ,فَقُـلْتُ لاَ بَأْسَ بِذَلِكَ
فَقاَلَ رَسُوْلُ اللَّهِ
صَلىَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ :
فَـصُمْ.
Wahai Rasulullah , hari ini saya telah
memperbuat suatu perkara yang besar, saya mencium isteri saya, padahal saya
sedang berpuasa. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya: Bagaimana pendapatmu,
seandainya kamu berkumur-kumur dengan air di kala kamu sedang berpuasa ? lalu
saya menjawab: tidak apa-apa dengan yang demikian itu. Kemudian Rasul saw
bersabda: Maka tetaplah kamu berpuasa .
Juga
seperti hadis Rasulullah saw berikut ini :
لَوْلاَ
أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتىِ لَأَمَرْتَهُمْ باِ السِّواَكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ ( رواه أ بو داود عن
زيد بن خالد الجهينى)
Seandainya
tidak akan memberatkan terhadap umatku, niscaya kuperintahkan kepada mereka
bersiwak ( bersikat gigi) sertiap akan melakukan shalat ( HR
Abu dawud dari Zaed bin Khalid Al-Juhanny)
Diterangkan
oleh Muhammad Ali As-Sayis, bahwa hadis tersebut menunjukkan kepada kita adanya
pilihan Rasulullah saw terhadap salah satu urusan, karena untuk menjaga
kemaslahatan umatnya. Seandainya beliau tidak diperbolehkan melakukan ijtihad,
hal itu tidak akan terjadi.
2) Masa sahabat ; pada masa ini , dari
penelitian sebagian para ulama’ terhadap berbagai peristiwa hidup Rasulullah,
berkesimpulan bahwa beliau biasa
melakukan ijtihad dan memberi fatwa berdasarkan pendapatnya pribadi tanpa
wahyu, terutama dalam hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan persoalan
hukum. Kesimpulan tersebut , sesuai dengan sabda beliau :
اِنّىِ
اِنَّماَ أَقْضِىْ بَيْنَكُمْ بِرأْيِى فِيْمَا لَمْ يُنْزَلْ عَلَيّىَ فِيْهِ
Sugguh saya memberi keputusan di
antara kamu tidak lain dengan pendapatku dalam hal tidak diturunkan wahyu
kepadaku (HR Abu dawud dari Ummi Salamah).
Rasulullah
sebagai seorang manusia juga sebagaimana
manusia biasa pada umumnya-maka hasil ijtihadnya bisa benar dan bisa salah,
sebagaimana diterangkan dalam sebuah riwayat, beliau bersabda :
اِنَّماَ أَناَ بشَرٌ فَماَ
حَدَثْتُكُمْ عَنِ اللَّهِ فَهُوَ حَقٌّ, وَماَ قُلْتُ فِيْهِ مِنْ قِبَلِ نَفْسِى
فَاِ نَّماَ أَنا
َ بَشَرٌ أُخْطِىءُ وَ أُصِيْبُ
Saya tidak lain
adalah seorang manusia juga, maka segala yang saya katakan kepadamu yang
berasal dari Allah adalah benar, dan segala yang saya katakan dari diri saya
sendiri, karena tidak lain saya juga manusia, bisa salah bisa benar. ( Ijtihad Rasul,
hal;52-53)
Jadi
sumber hukum yang dipakai pada masa sahabat adalah Al-Qur’an, As-sunnah/hadis,
dan ijtihad Rasul sekalipun belum dibukukan. Hanya saja jika hasil ijtihad beliau salah, Allah menurunkan wahyu
yang tidak membenarkan hasil ijtihad beliau dan menunjukkan kepada yang benar.
Sebagai contoh hasil ijtihad beliau tentang tindakan yang diambil terhadap
tawanan perang Badar. Dalam hal ini beliau menanyakan terlebih dahulu kepada
para sahabatnya. Menurut Abu Bakar agar
mereka ( para tawanan perang Badar) dibebaskan dengan membayar tebusan.
Sedangkan menurut Umar bin Khattab, mereka harus dibunuh, karena mereka telah
mendustakan dan mengusir Rasulullah saw dari Makkah.dari dua pedapat tersebut,
beliau memilih pendapat Abu Bakar. Kemudian turun ayat Al-Qur’an yang tidak
membenarkan pilihan beliau tersebut dan menunjukkan kepada yang benar , yakni:
QS.Al-Anfal;67 yang artinya : tidak patut seorang Nabi mempunyai tawanan
sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi.kamu menghendaki harta benda
duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat ( untukmu). Dan Allah
Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana .
Jika terhadap
hasil ijtihad Rasulullah saw tersebut, tidak diturunkan wahyu yang tidak
membenarkan dan menunjukkan kepada yang benar berarti hasil ijtihad beliau itu
benar, dan sudah barang tentu termasuk ke dalam kandungan pengertian As-Sunnah
(Al-hadis)
3) Masa tabi’in .Tabi’in (
pengikut sahabat Nabi). sumber hukum Islam yang disepakati dan dipakai rujukan
waktu itu adalah Al-Qur’an , Hadis, dalil-daliI ijtihad ( yang pembukuannnya
oleh Malik Al-Muwattok) , Imam Syafi’i (Al-Umm) dan pada waktu itu definisi
fiqh berbeda-beda sesuai dengan keinginan mujtahid fiqh waktu itu ( tentunya
tetap sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis).
Kegiatan ijtihad waktu itu bukan saja dilakukan oleh beliau sendiri,
melainkan beliau juga memberi ijin kepada para sahabatnya untuk melakukan
ijtihad dalam memutuskan suatu perkara atau dalam menghadapi suatu persoalan
yang belum ada ketentuan hukumnya dalam
Al-Qur’an dan As-sunnah, sebagaimana yang terjadi ketika beliau mengutus Mu’adz
bin Jabal ke Yaman, yang diterangkan dalam hadis sebagai berikut:
كَيْفَ تَقْضِي اِذاَ عَرَضَ لَكَ
قَضاَءٌ ؟ قاَلَ : أَقْضِي بِكِتاَبِ اللَّهِ, قاَ لَ: فاَ ِنْ لَمْ تَجِدْ
فىِ كِتاَبِ
اللَّهِ ؟ قاَلَ : فَبِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلىَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ , قاَلَ: فاَ ِنْ لَمْ تَجِدْ فىِ سُنَّةِ
رَسُوْلِ اللَّهِ صَلىَّ اللَّهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ وَلاَ فىِ كِتاَبِ اللَّهِ ؟ ,
قاَلَ: : أَ جْتَهِدُ رَأْيِى وَلآ
أَلُواْ فَضَرَبَ
رَسُوْلِ اللَّهِ صَلىَّ اللَّهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ صَدْرَهُ وَ قاَلَ :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى وَفَّقَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلىَّ اللَّهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لِماَ يَرْضىَ رَسُوْلِ اللَّهِ ( رواه أ بو داود)
Rasulullah saw
bertanya: bagaimana cara kamu memutusi jika datang kepadamu suatu perkara? Ia
menjawab : saya putusi dengan (hukum) yang terdapat dalam kitab Allah. Beliau
bertanya lagi. Jika tidak kamu dapati (hokum itu) dalam kitab Allah? Ia
menjawab: maka dengan sunnah Rasulullah saw. Beliau bertanya: jika tidak kamu
dapati dalam sunnah Rasulullah saw juga dalam Kitab Allah? Ia menjawab: saya
akan berijtihad dengan pikiran dan saya tidak
akan lengah.Kemudian Rasul saw menepuk dadanya dan bersabda: segala puji
bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan Rasulullah saw yang diridlai
oleh Rasululah . (HR
Abu Daud)
Bahkan
beliau pernah memerintahkan Amr bin ‘Ash untuk memberi keputusan terhadap suatu
perkara, padahal beliau di hadapannya. Atas perintah itu, lalu Amr bertanya
kepada beliau seperti berikut ini:
أَاَجْتَهِدُ
وَ أَنْتَ حاَ ضِرٌ ؟ قاَلَ : نَعَمْ, اِنْ أَصَبْتَ فَلَكَ أَجْراَنِ, وَ اِنْ
أَخْطَأْتَ فَلَكَ أَجْرٌ
Apakah saya
berijtihad, sedangkan anda di sini? Beliau menjawab: Ya, jika kamu benar maka
kamu mendapat dua pahala dan jika kamu salah maka kamu mendapat satu pahala .
Sebagai
contoh ijtihad yang dilakukan oleh sahabat , yakni ijtihad yang dilakukan oleh
Ammar bin Yasir,sebagai berikut:saya telah berjunub dan tidak mendapatkan
air. Maka saya berguling-guling pada debu kemudian saya mengerjakan shalat.lalu
hal itu saya sampaikan kepada Nabi saw. Maka
beliau bersabda: sesungguhnya cukup kamu melakukan begini: Nabi menepuk
tanah dengan dua telapak tangannya kemudian meniupnya, lalu menyapukannya ke
wajahnya dan dua telapak tangannya. (HR.Bukhari dan Muslim)
Pada
hadis di atas , Ammar bin Yasir mengqiyaskan debu dengan air untuk mandi dalam
menghilangkan junubnya, sehingga ia dalam menghilangkan junub karena tidak
mendapatkan air itu, dilakukan dengan berguling-guling di atas debu. Namun
hasil ijtihadnya ini tidak dibenarkan oleh Rasulullah saw.
Hasil
ijtihad para sahabat tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum atau tidak
mempunyai kekuatan yang dapat dipedomani oleh kaum muslimin, kecuali jika hasil
ijtihadnya telah mendapat pengesahan atau pengakuan dari Rasul saw dan tidak
diturunkan wahyu yang tidak membenarkannya
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ijtihad baik yang dilakukan oleh Rasul
saw maupun oleh para sahabatnya pada masa ini tidak merupakan sumber hukum,
karena keberadaan atau berlakunya hasil ijtihad kembali kepada wahyu, akan
tetapi dengan adanya kegiatan ijtihad yang terjadi pada masa ini, mempunyai
hikmah yang besar, karena hal itu merupakan petunjuk bagi para sahabat dan para
ulama dari generasi selanjutnya untuk berijtihad pada masa-masanya dalam menghadapi
berbagai persoalan baru yang tidak terjadi pada masa Rasul saw atau yang tidak
didapati ketetapan hukumnya dalam Al-Qur’an dan as-sunnah.
No comments:
Post a Comment